Sistem Seleksi CPNS Masih "Amburadul", DPR Usulkan Sentralisasi
DPR mengusulkan penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) disentralisasi kembali menyusul banyaknya pelanggaran yang terjadi dan amburadulnya distribusi PNS.
Anggota Komisi II DPR Abdul Malik Haramain berpendapat, dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN), panitia kerja mengusulkan agar penerimaan PNS tidak lagi diselenggarakan satu per satu oleh daerah masing-masing. Namun sebaiknya dilakukan pemerintah pusat dengan sistem yang terbuka dan transparan yang lebih efektif dan efisien.
Menurut dia, kewenangan pemerintah daerah nanti hanya menyampaikan formasi dan kuota, sementara pemerintah pusat yang menentukan persetujuan atas formasi dan kuota tersebut. Selanjutnya, proses penerimaan CPNS diselenggarakan pemerintah pusat lalu setelah ditentukan siapa saja yang lulus, pemerintah daerah tinggal menerima saja pegawai baru itu. ”Saya ragu jika penerimaan CPNS itu dilakukan daerah karena banyak kepala daerah yang menyelewengkan,” katanya di Jakarta kemarin.
Namun dalam pembahasan itu, ujarnya, pemerintah pusat masih menolak usulan tersebut karena takut menyimpang dari UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah di mana ada prinsip otonomi daerah yang mendasari mereka melakukan penerimaan sendiri. Selain itu yang mengetahui kebutuhan PNS itu sendiri ialah pemerintah daerah, bukan pusat. Padahal, terangnya, sentralisasi itu sebenarnya tidak menabrak UU karena daerah masih dapat mengajukan formasi dan kuota. Selain itu teknik penerimaannya akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP).
Sebelumnya diberitakan, Kemenpan dan RB akan menutup penerimaan CPNS untuk tenaga honorer K1 dan tenaga pendidik,kesehatan,dan tenaga mendesak lainnya bagi daerah yangdatanya masihbermasalah. Kemenpan dan RB menginventarisasi beberapa daerah yang memalsukan data K1 seperti Jeneponto, Dumai, Minahasa, dan Dompu. Selain menunggu evaluasi data dari Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kemenpan dan RB juga akan meminta keterangan dari pejabat daerah yang bersangkutan.
Tenaga honorer K1 ialah yang gajinya bersumber dari APBN/APBD, sedangkan K2 gajinya bersumber dari non- APBN/APBD.Persyaratan lain adalah harus diangkat pejabat yang berwenang, bekerja di instansi pemerintah, masa kerja minimal satu tahun pada 31 Desember 2005, dan sampai saat ini masih bekerja terusmenerus. Selain itu sekurangkurangnya umur K1 dan K2 itu 19 tahun dan tidak boleh lebih dari 46 tahun per 1 Januari 2006. Anggota Komisi II DPR Gede Pasek Suardika menyatakan, meskipun dia bukan anggota Panja RUU ASN,politikus Partai Demokrat ini setuju penerimaan CPNS dilakukan pemerintah pusat.
Menurut dia, jika dilakukan pemerintah pusat, tidak ada konflik kepentingan dari pejabat daerah untuk memanipulasi data. Selain itu potensi penerimaan CPNS yang diwarnai politisasi daerah juga tidak akan tersentuh lagi. Wamenpan dan RB Eko Prasodjo menilai sistem sentralisasi penerimaan CPNS sulit dilakukan karena akan berbenturan dengan peraturan yang ada.
Selain itu, ujar guru besar Fisip UI ini, sebenarnya penerimaan CPNS itu sudah terbagi dua kewenangan di mana pemerintah pusat membuat peraturan teknis dan undang-undangnya, sementara manajemen penerimaannya dilakukan pemerintah daerah yang tetap diawasi pemerintah pusat. (ref : SINDO)
Anggota Komisi II DPR Abdul Malik Haramain berpendapat, dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN), panitia kerja mengusulkan agar penerimaan PNS tidak lagi diselenggarakan satu per satu oleh daerah masing-masing. Namun sebaiknya dilakukan pemerintah pusat dengan sistem yang terbuka dan transparan yang lebih efektif dan efisien.
Menurut dia, kewenangan pemerintah daerah nanti hanya menyampaikan formasi dan kuota, sementara pemerintah pusat yang menentukan persetujuan atas formasi dan kuota tersebut. Selanjutnya, proses penerimaan CPNS diselenggarakan pemerintah pusat lalu setelah ditentukan siapa saja yang lulus, pemerintah daerah tinggal menerima saja pegawai baru itu. ”Saya ragu jika penerimaan CPNS itu dilakukan daerah karena banyak kepala daerah yang menyelewengkan,” katanya di Jakarta kemarin.
Namun dalam pembahasan itu, ujarnya, pemerintah pusat masih menolak usulan tersebut karena takut menyimpang dari UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah di mana ada prinsip otonomi daerah yang mendasari mereka melakukan penerimaan sendiri. Selain itu yang mengetahui kebutuhan PNS itu sendiri ialah pemerintah daerah, bukan pusat. Padahal, terangnya, sentralisasi itu sebenarnya tidak menabrak UU karena daerah masih dapat mengajukan formasi dan kuota. Selain itu teknik penerimaannya akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP).
Sebelumnya diberitakan, Kemenpan dan RB akan menutup penerimaan CPNS untuk tenaga honorer K1 dan tenaga pendidik,kesehatan,dan tenaga mendesak lainnya bagi daerah yangdatanya masihbermasalah. Kemenpan dan RB menginventarisasi beberapa daerah yang memalsukan data K1 seperti Jeneponto, Dumai, Minahasa, dan Dompu. Selain menunggu evaluasi data dari Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kemenpan dan RB juga akan meminta keterangan dari pejabat daerah yang bersangkutan.
Tenaga honorer K1 ialah yang gajinya bersumber dari APBN/APBD, sedangkan K2 gajinya bersumber dari non- APBN/APBD.Persyaratan lain adalah harus diangkat pejabat yang berwenang, bekerja di instansi pemerintah, masa kerja minimal satu tahun pada 31 Desember 2005, dan sampai saat ini masih bekerja terusmenerus. Selain itu sekurangkurangnya umur K1 dan K2 itu 19 tahun dan tidak boleh lebih dari 46 tahun per 1 Januari 2006. Anggota Komisi II DPR Gede Pasek Suardika menyatakan, meskipun dia bukan anggota Panja RUU ASN,politikus Partai Demokrat ini setuju penerimaan CPNS dilakukan pemerintah pusat.
Menurut dia, jika dilakukan pemerintah pusat, tidak ada konflik kepentingan dari pejabat daerah untuk memanipulasi data. Selain itu potensi penerimaan CPNS yang diwarnai politisasi daerah juga tidak akan tersentuh lagi. Wamenpan dan RB Eko Prasodjo menilai sistem sentralisasi penerimaan CPNS sulit dilakukan karena akan berbenturan dengan peraturan yang ada.
Selain itu, ujar guru besar Fisip UI ini, sebenarnya penerimaan CPNS itu sudah terbagi dua kewenangan di mana pemerintah pusat membuat peraturan teknis dan undang-undangnya, sementara manajemen penerimaannya dilakukan pemerintah daerah yang tetap diawasi pemerintah pusat. (ref : SINDO)